Tanpa
sengaja saya mendengarkan siaran radio YATAIN (lebih tepat diartikan
sebagai: Yayasan Taklid Ingkar Nabi) pada gelombang 89.3 FM yang berisi
kajian Drs. Minardi Mursyid sebagai guru tunggal spiritual YATAIN. Bagi
pembaca (khusus masyarakat Solo dan sekitarnya) yang belum pernah
mendengarkan siaran radio ini silahkan putar di gelombang 89.3 FM. Namun
yang perlu diingat, Anda harus tetap kritis ketika mendengarkan
kata-kata Mbah Min di sini. Jangan terima mentah-mentah apa kata-kata
Mbah Min, tanyakanlah kepada orang-orang yang berilmu atau bacalah
kitab-kitab tafsir yang mu’tabar. Karena jika tidak, maka anda pun bisa
jadi akan ikut untuk menjadi pengingkar Sunnah Nabi SAW. Kalau sudah
begini, maka kelak Anda tidak akan menerima syafaat dari beliau di
Yaumil Qiyamah.
Sebenarnya
saya sudah lama diberitahu tentang radio Yatain ini oleh mas Eko
(aktivis Yatain) dan diminta untuk mendengarkan radio ini agar pemahaman
saya tentang Yatain bisa merubah dan menerima pendapat Mbah Min. Tetapi
yang terjadi justru sebaliknya, semakin saya mendengarkan siaran
Yatain, maka saya semakin yakin bahwa mereka memang baru tersesat
sebagaimana kata Nabi. Karena bag
aimanapun Nabi adalah orang yang paling tahu dengan tafsir al-Qur’an. Tetapi mengapa justru yang menafsirkan adalah Mbah Min dengan akalnya sendiri?
aimanapun Nabi adalah orang yang paling tahu dengan tafsir al-Qur’an. Tetapi mengapa justru yang menafsirkan adalah Mbah Min dengan akalnya sendiri?
Honestly,
memang ada beberapa pendapat Mbah Min yang bisa diterima secara syar’i.
Karena meskipun ia membuang hadits tetapi ada juga tafsiran yang tidak
bertentangan dengan kaidah tafsir. Tetapi sebagian besar yang
disampaikan jelas bertentangan dengan hadits karena hanya melihat ayat
secara kasat mata. Ia sama sekali tidak melihat bagaimana asbabun nuzul
ayat tersebut, apalagi melihat hadits yang berkaitan dengan ayat.
Nah salah satu tafsiran Mbah Min yang sembrono dan sangat tendensius adalah ketika ia menafsirkan QS 3:78 yang artinya:
“Sesungguhnya
di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al
Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab,
padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: "Ia (yang dibaca
itu datang) dari sisi Allah", padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka
berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui.” (Ali Imran:
78).
Menurut
Mbah Min, ayat ini menegaskan bahwa ada segolongan orang yang menulis
kitab dengan tangan mereka sendiri (mengarang) dan mengatakan bahwa ini
adalah dari Alloh. Mbah Min mengatakan bahwa mereka yang dimaksud dalam
ayat ini adalah para penulis hadits. Inilah tafsir Mbah Min yang sangat tendensius.
Dengan tafsirannya ini ia ingin mengajak kelompoknya untuk membenci
para ahlus sunnah yang berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunnah.
Sekarang kita lihat bagaimana para mufassir menafsirkan ayat ini.
At-Thabary mengatakan: “Kata ‘minhum’ (mereka) dalam ayat tersebut adalah Ahlul Kitab (orang-orang Nashrani).
Tafsir Ibnu Katsir mengatakan bahwa ‘minhum’ di sini adalah orang-orang Yahudi.
Tafsir
al-Maraghi lebih jelas mengatakan: “Mereka dalam ayat ini adalah ulama2
Yahudi yang berada di sekitar Madinah, serta orang yang mengikuti dan
berjalan di jalan mereka. Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, bahwa golongan
(fariqan) itu merupakan orang2 Yahudi yang datang kepada Ka’ab ibnul
Asyraf, yang dikenal sangat memusuhi Rasulullah SAW, banyak menyakiti,
dan sering menghasutnya. Mereka merubah Taurat, kemudian menulis
al-Kitab yang mengganti sifat Nabi SAW. Dan, Bani Quraidhah mengambifl
apa yang mereka tulis, kemudian mencampuradukkannya dengan kitab yang
ada pada mereka. Dan, mereka ketika membacanya memutarbalikkan bacaannya
sampai orang-orang menduga bahwa itu dari Taurat.
Penafsiran ‘minhum’ dengan Yahudi sejalan dengan ayat di surah an-Nisa’ ayat 46 yang artinya:
“Yaitu
orang-orang Yahudi, mereka merubah perkataan dari tempat-tempatnya.
Mereka berkata: "Kami mendengar", tetapi kami tidak mau menurutinya. Dan
(mereka mengatakan pula): "Dengarlah" sedang kamu sebenarnya tidak
mendengar apa-apa. Dan (mereka mengatakan): "Raa`ina", dengan
memutar-mutar lidahnya dan mencela agama. Sekiranya mereka mengatakan:
"Kami mendengar dan patuh, dan dengarlah, dan perhatikanlah kami",
tentulah itu lebih baik bagi mereka dan lebih tepat, akan tetapi Allah
mengutuk mereka, karena kekafiran mereka. Mereka tidak beriman kecuali
iman yang sangat tipis.”
Lebih
jelas lagi bahwa kata ‘minhum’ di sini adalah benar-benar yang dimaksud
adalah orang-orang Yahudi adalah surah al-Baqarah: 79 yang artinya:
“Maka
kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan
tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya: "Ini dari Allah", (dengan
maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.
Maka kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari apa yang ditulis oleh
tangan mereka sendiri, dan kecelakaan besarlah bagi mereka, akibat dari
apa yang mereka kerjakan.” (al-Baqarah: 79)
Ayat
ini adalah rangkaian ayat yang bercerita tentang sifat jeleknya kaumnya
Nabi Musa (orang-orang Yahudi) dari ayat sebelumnya yakni yang ke-67.
Jadi adalah mengada-ada (alias berbohong) jika Mbah Min mengartikan
‘minhum’ sebagai orang-orang yang menulis hadits. Kalau benar kata Mbah
Min, lalu ketika ayat ini diturunkan kepada Nabi saat itu apakah juga
‘minhum’ berarti orang-orang yang menulis hadits? Padahal saat itu
hadits belum ditulis jadi sebuah kitab? Demikianlah telah jelas
kesesatan mereka yang menafsirkan ayat dengan akalnya, dengan nafsunya
dan tidak dengan petunjuk Rasul. Mudah-mudahan Alloh memberi hidayah
kepada mereka. Amin. Amin. Amin. By: guruGO.blogspot.com
jika di lihat sekilas memang arti tafsir sendiri sangat luas, tetapi kita juga harus melihat dengan hal sekarang. Banyak hadits palsu berkeliaran n sudah mengakar. sebagai muslim muda seharusnya kita bisa melihat mana hadits palsu n mana hadits yg perintahnya sama dengan Al-quran. Nabi Muhammad adalah Quran hidup.
BalasHapus